Mojokerto, 4 /7 Juli 2025 Dalam kehidupan yang terus bergerak dan berubah, manusia selalu terdorong untuk mencari makna dan kesempurnaan. Hal ini disampaikan oleh seniman dan budayawan asal Mojokerto, Sri Rama, dalam sebuah refleksi filosofis tentang kehidupan dan spiritualitas.
“Kita sebagai manusia yang diberi anugerah akal, pada hakikatnya akan selalu terdorong untuk mencari tahu. Itu adalah naluri dasar untuk mencapai kesempurnaan hidup,” ungkap Sri Rama dalam sebuah pertemuan budaya di Pendopo Mojokerto.
Menurutnya, kunci dari pencapaian itu terletak pada pemahaman terhadap pengetahuan alam semesta—sebuah ajaran yang bersumber dari harmoni tiga unsur waktu: masa lalu, masa kini, dan masa depan. “Semua itu tidak berdiri sendiri, karena masa yang gaib bisa menjadi nyata melalui kesadaran,” lanjutnya.
Sri Rama menyebut bahwa proses memahami ketiga dimensi waktu tersebut merupakan bagian dari ajaran luhur yang disebut Wasiat Leluhur. Ajaran ini tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga praktikal dalam bentuk nilai-nilai budi pekerti.
“Ajaran wasiat leluhur adalah ajaran budi pekerti. Di dalamnya terkandung banyak hal—tentang bagaimana manusia seharusnya hidup, menghargai alam, menghormati sesama, dan menjaga keseimbangan batin,” tegasnya.
Sebagai seniman, Sri Rama mengajak generasi muda untuk tidak melupakan akar budaya dan kearifan lokal yang menjadi fondasi bangsa. “Kita boleh mengikuti zaman, tetapi jangan pernah kehilangan jati diri. Karena di sanalah kita menemukan arah pulang: menuju kesempurnaan hidup.”
Melalui seni, karya, dan tutur kata, Sri Rama terus menghidupkan warisan nilai yang sudah ada jauh sebelum zaman modern. Ia meyakini, selama manusia terus menggali dan menghayati ajaran leluhur, maka hidup tidak sekadar berjalan—tapi berkembang menuju cahaya kebijaksanaan.
—
Penulis. Sri Rama
