Semarang – Target-24jam.com Empat Puluh tahun sudah, Permadani (Persaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia) berdiri. Usia yang matang dan dewasa, Permadani berkembang menjadi sebuah organisasi yang mampu memberikan suritauladan kepada anak bangsa dalam kiprahnya, menggali, menjaga, memelihara serta melestarikan keragaman budaya Nusantara.
Berdiri pada 4 Juli 1984, dan digawangi sang maestro budaya yang juga dalang kondang, Ki Narto Sabdho, Permadani berkembang tak segencar organisasi-organisasi lainnya. Mengingat pada saat berdiri, kaum muda atau peminat budaya nasional kala itu tak signifikan peminatnya dibandingkan saat ini banyak anak muda yang tertarik dan berminat memelajari budaya Jawa sehingga berkembang dan menjadi organisasi besar tak hanya di Pulau Jawa saja. Namun sudah berdiri Permadani di wilayah provinsi Lampung, Jambi dan Bengkulu.
Dalam rangka memeringati usianya yang ke-40 tahun, Permadani menggelar peringatan Panca Windu Permadani yang dilaksanakan di Kampus 4 UPGRIS Jl. Gajah Raya 40 Semarang, Jawa Tengah diawali dengan Orasi Budaya menghadirkan narasumber Prof. DR. Teguh Supriyanto, M.Hum dan moderator Drs. Suyitno Yoga Pamungkas, M.Pd.
“Targetnya adalah apa yang kita lakukan ini mampu memberikan pemahaman bahwa apa yang kita lakukan ini merupakan perbuatan yang sesungguhnya dibutuhkan oleh negara. Maka tema kami adalah terus mendukung pemerintah dalam penguatan kebudayaan,” ucap Suyitno, yang juga Ketua DPP Permadani kepada wartawan termasuk metropos.id usai memandu Orasi Budaya.
“Indonesia ini saat ini membutuhkan budi rahayu. Makanya disini perlu kami tegaskan bahwa Permadani ini dari awal berdiri punya prinsip non politik, non komersial,” sambung Suyitno.
Ditegaskannya, Budi Rahayu sendiri dapat diartikan sebagai sikap keluarga besar Permadani agar dapat memayu hayuning sasama (berupaya menciptakan suasana damai dan tenteram lahir batin), dados juru ladosing bebrayang ingkang sae (mengabdi secara baik dengan masyarakat) dan sadhengah pakaryan sagedta tansah ngremenaken tiyang sanes (segala tindakan/perilaku selalu dapat membuat senang hati orang lain).
Lebih jauh dikatakan Suyitno yang juga dosen di Upgris Semarang ini, bukan berarti menganggap bahwa politik itu jelek. Namun menurutnya, biasanya jika sebuah organisasi sudah dicampuri politik akhirnya menjadi bias.
“Alhamdulillah, Permadani sampai saat ini tetap kuat,” tegasnya.
Keluarga Permadani sendiri terdiri dari berbagai macam warna dan profesi yang berbeda, agama yang berbeda. Namun hal tersebut menjadi keberagaman yang justru menjadi sebuah keindahan dalam membangun sebuah organisasi.
Perjalanan Permadani sendiri hingga saat ini senantiasa berusaha membina warga Permadani dan tidak mempunyai target dalam pemekaran anggota keluarga Permadani. Kerena pada prinsipnya membina yang sudah ada dan tidak pecah adalah lebih baik dari pada membuka yang baru tapi meninggalkan yang lama.
Dalam perjalanannya dari waktu ke waktu Permadani berdiri mempunyai tujuan mulia dengan mengawali menjaga untuk menggali, mengangkat dan mengembangkan kebudayaan daerah sebagai usaha memperkokoh dan memperkuat jatidiri kebudayaan nasional Indonesia.
Peringatan Panca Windu Permadani dihadiri sekitar 570 orang, yang mewakili 4 provinsi yang sudah berdiri. Yaitu Jawa Timur, Jambi, Bengkulu dan Lampung serta Jawa Tengah (Kota Semarang) sebagai tuan rumah.
Kegiatan peringatan Panca Windu Permadani ditutup dengan gelaran wayang kulit 3 generasi pada malam harinya. Yang diawali pentas dalang alfa (dalang cilik) yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Ki Danendra Dananjaya Djuanda, dilanjutkan dalang gen Z yang masih duduk di bangku SMA, Ki Athanasius Allan Dharma Saputra dan diakhiri dengan dalang milenial Ki Sigit Ariyanto, S.Sn dari Rembang.(Redaksi)