Mojokerto — 27/7/2025.Pemerintah Kabupaten Mojokerto mengambil langkah strategis dalam penguatan sektor pertanian dan pariwisata dengan membuka lahan baru untuk budidaya kopi di kawasan Bendil, Dusun Slepi, Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas. Kegiatan ini tidak hanya menjadi langkah nyata dalam meningkatkan produksi kopi lokal, tetapi juga membuka peluang besar bagi pengembangan ekowisata dan agrowisata berbasis pemberdayaan masyarakat.
Peresmian lahan kopi ini ditandai dengan kegiatan tasyakuran penanaman kopi yang berlangsung pada Minggu (27/7) pagi. Hadir dalam acara tersebut Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra, Wakil Bupati Muhammad Rizal Octavian, serta sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, dan komunitas Barista Kopi Jatim.
Dalam sambutannya, Bupati yang akrab disapa Gus Barra menyebut Desa Ketapanrame sebagai daerah yang “diberkahi dengan potensi alam dan geografi yang luar biasa.” Ia menegaskan bahwa kopi bukan sekadar komoditas pertanian, melainkan simbol dari masa depan hijau dan berkelanjutan.
> “Bibit kopi adalah harapan. Akarnya mencegah longsor, daunnya menyaring udara, dan bijinya memberi kehidupan. Ini bukan sekadar tanaman, tapi investasi ekologis dan ekonomis jangka panjang,” ujar Gus Barra.
Ia juga berharap kopi Ketapanrame bisa menjelma menjadi produk unggulan yang tidak hanya membanggakan Mojokerto, tetapi juga dikenal di tingkat nasional dan internasional.
Dari Perkebunan ke Pariwisata: Kopi Ketapanrame Bangkit
Ketapanrame memang telah lama dikenal sebagai sentra kopi rakyat. Sejak 2016, dari total 479 hektar lahan Perhutani di desa tersebut, sekitar 104 hektar telah dimanfaatkan untuk budidaya kopi. Produksi tahunan mencapai lebih dari 50 ton, dan lebih dari 280 warga menggantungkan hidup dari sektor ini.
Kepala Desa Ketapanrame, Zainul Arifin, menyampaikan bahwa kekuatan ekonomi lokal terletak pada kemandirian petani dan peran koperasi. Melalui Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), pihak desa berkomitmen untuk memutus ketergantungan petani terhadap tengkulak dan memperluas akses pasar yang adil.
> “Koperasi hadir untuk melindungi dan memperkuat posisi petani. Kami ingin kopi Ketapanrame memiliki rantai nilai yang sehat dan berkelanjutan,” tegas Zainul.
Ia juga menekankan bahwa potensi wisata yang menyatu dengan aktivitas kopi mulai menarik perhatian wisatawan. Tiga paguyuban aktif di desa—Bontugu, Dlundung, dan Bendil—terus melakukan inovasi dalam pengelolaan kopi dan atraksi wisata berbasis masyarakat.
Menuju Sentra Kopi dan Ekowisata Unggulan
Pembukaan lahan Bendil ini dipandang sebagai langkah kunci untuk menciptakan kawasan agrowisata terpadu. Selain memperluas area tanam kopi, pemerintah daerah juga melihat peluang besar untuk membangun infrastruktur pendukung wisata dan edukasi lingkungan.
> “Ketapanrame punya semua modal: lahan produktif, masyarakat yang aktif, dukungan komunitas, dan kebijakan yang mendukung. Tinggal bagaimana sinergi ini terus dijaga dan diperkuat,” tutur Gus Barra.
Dengan komitmen lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat, Desa Ketapanrame kini bersiap menuju transformasi sebagai pusat kopi dan ekowisata Mojokerto. Sebuah langkah maju yang menjanjikan masa depan cerah bagi pertanian, pariwisata, dan kesejahteraan warganya.(jekyridwan (











