Jabar. Dalam perjalanan spiritual, ibadah ritual sering menjadi tangga awal bagi jiwa-jiwa yang tengah menapaki jalan menuju-Nya. Namun bagi mereka yang telah sampai, yang hatinya telah menyatu dalam kehadiran Ilahi, setiap detik kehidupan menjadi ibadah yang hakiki. Gerak dan diamnya bukan lagi sekadar kewajiban, melainkan ungkapan cinta yang tulus, rindu yang tak terucapkan, dan kerinduan yang tak mengenal jeda.
Ibadah, dalam makna terdalamnya, bukan tentang gerakan tubuh semata, tapi tentang hadirnya hati dalam sujud yang hening. Sujud bukan karena diperintah, melainkan karena jiwa tak mampu menahan rindu. Bukan karena takut akan murka-Nya, tapi karena cinta yang telah tumbuh dalam diam, menyatu dengan setiap helaan napas dan detak jantung.
Tuhan tak pernah memaksa, karena Tuhan tak butuh. Justru kitalah yang sangat membutuhkan-Nya — sebagai arah, sebagai cahaya, di tengah dunia yang seringkali menyesatkan dan mengaburkan makna hidup. Tuhan tak membaca gerakan, tapi menilik kedalaman hati. Tak peduli seindah apa tubuhmu berdiri dan bersujud, yang terpenting adalah seberapa dalam jiwamu hadir dan menyatu dalam kehadiran-Nya.
Sebab yang sampai ke langit bukan gerakan tubuh, melainkan getaran jiwa yang jujur mencintai-Nya.
Di sinilah ibadah menemukan maknanya yang sejati: ketika cinta menjadi doa, dan hidup menjadi sujud tanpa jeda.
—
PENULIS Agus Gunawan
Buniwangi Kecamatan Palabuhanratu kabupaten sukabumi jawa barat