Mojokerto, 31 Juli 2025 Dalam sebuah perenungan yang mendalam, tokoh spiritual Jekyridwan kembali menghidupkan ingatan kolektif tentang kekuatan meditasi Suwung—sebuah laku hening yang menekankan kekosongan batin sebagai jalan pembebasan diri. Dalam wawancara eksklusif, ia mengenang momen-momen awal kebangkitannya bersama ajaran ini, yang kini kembali relevan di tengah hiruk-pikuk zaman modern.
“Suwung bukan sekadar diam, tetapi pulang ke sumber. Ia adalah seni melampaui pikiran, menemukan keheningan yang menjadi akar semua kebijaksanaan,” ujar Jekyridwan. Baginya, Suwung bukanlah pelarian dari dunia, tetapi justru jalan masuk untuk memahami realitas secara utuh tanpa polesan ego.
Jekyridwan mengungkap bahwa ajaran Suwung mulai dikenal luas di awal dekade lalu, sebagai respons atas kegelisahan kolektif masyarakat urban. Kini, ia merasa penting untuk menghidupkan kembali semangat tersebut—sebagai laku spiritual yang membumi dan tidak terjebak pada ritualisme kosong.
Dalam beberapa bulan terakhir, ia aktif menggelar sesi meditasi terbuka di berbagai kota, mengajak masyarakat dari berbagai latar belakang untuk kembali mengenal senyap sebagai kekuatan, bukan kelemahan. “Dalam hening, kita tidak kehilangan apa pun. Justru di sanalah kita bertemu dengan segalanya,” tambahnya.
Bagi para pengikutnya, Jekyridwan bukan sekadar guru, tetapi pelita yang menerangi jalan ke dalam diri. Ajarannya tentang Suwung mengajak manusia untuk berhenti sejenak, tidak karena lelah, tapi karena sadar bahwa kecepatan hidup hari ini telah membuat banyak jiwa tersesat dalam keramaian.
Dengan semangat ini, ia berharap ajaran Suwung bukan hanya dikenang sebagai warisan laku batin, tetapi juga menjadi gerakan kesadaran baru: hening yang membebaskan.
—
Jekyridwan