Mojokerto, 13/7/20#5 Jawa Timur Dalam dunia jurnalistik yang terus berubah dan penuh tantangan, suara-suara dari akar rumput seringkali menjadi penopang utama kebebasan berekspresi. Salah satunya datang dari seorang jurnalis lapangan yang akrab disapa kuli tinta asal Mojokerto, Jeky Ridwan.
Dalam sebuah pernyataan penuh semangat, Jeky menyampaikan pesan mendalam yang menggugah semangat semua insan pers di Indonesia maupun dunia:
> “Jangan pernah takut menulis. Jangan takut berisik untuk mengkritik. Kita selalu berjuang untuk suara rakyat di seluruh dunia. Kita hadir sebagai kontrol sosial, demi keterbukaan publik, agar orang yang tidak tahu menjadi tahu — karena tulisan, informasi, dan pemberitaan.”
Pernyataan tersebut bukan hanya refleksi semangat jurnalistik, tapi juga pengingat keras akan peran vital media sebagai pilar keempat demokrasi. Dalam suasana yang kadang menekan kebebasan berekspresi, keberanian seperti yang ditunjukkan Jeky menjadi contoh nyata bahwa jurnalistik bukan sekadar profesi — tapi panggilan nurani.
Jeky, yang dikenal karena tulisan-tulisan tajamnya dalam mengangkat isu rakyat kecil dan ketidakadilan sosial, percaya bahwa informasi harus menjadi jembatan pengetahuan, bukan alat kekuasaan. Melalui keberanian mengkritik dan menyuarakan kebenaran, ia berharap akan tercipta masyarakat yang lebih sadar, terbuka, dan adil.
Semangat seperti ini menjadi penting di tengah arus informasi yang seringkali dikaburkan oleh kepentingan tertentu. Jurnalis seperti Jeky Ridwan mengingatkan bahwa pena masih lebih tajam dari pedang, dan bahwa perubahan bisa dimulai dari satu kalimat, satu berita, dan satu keberanian untuk tidak diam.
—
Editor:jekyridwan