Target-24jam.com PANGKALPINANG – Meski telah dilakukan pergantian Kepala Lapas (Kalapas) dan Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) serta pemindahan puluhan narapidana ke Nusa Kambangan, peredaran narkoba di Lapas Narkotika Kelas IIA Pangkalpinang (Sustik) masih terus terjadi. Seorang narapidana kasus narkotika berinisial A (nama samaran), yang menghuni Blok DA, diduga kuat masih aktif mengendalikan jaringan narkoba dari dalam lapas dengan memanfaatkan fasilitas video call melalui telepon seluler Android.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, A kedapatan melakukan video call dengan pihak luar untuk memberikan instruksi terkait lokasi pengambilan narkoba. Sumber yang merupakan mantan narapidana di Lapas Sustik mengungkapkan bahwa A telah lama dikenal sebagai pemain lama dalam bisnis narkoba dan memanfaatkan celah di dalam lapas untuk menjalankan aksinya.
“Napi A ini memang sudah lama dikenal sebagai pemain lama dalam bisnis narkoba. Dia menempati sel di Blok DA dan memanfaatkan celah yang ada di dalam lapas untuk terus menjalankan aksinya,” ujar sumber tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan. “Soalnya, kalau ada tahanan yang namanya diberitakan oleh media, pasti tahanan tersebut akan dimintai uang sama pegawai lapas. Kalau tahananannya gak punya uang, nanti kena masuk sel dan kena pukul.”
Indikasi keterlibatan oknum pegawai lapas menjadi PR bagi Kepala Kantor Wilayah (KAKANWIL) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas). KAKANWIL dan Dirjenpas diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk mengusut tuntas dugaan praktik nakal yang dilakukan oleh oknum pegawai lapas. Langkah-langkah seperti pemeriksaan intensif, rotasi petugas, dan penindakan hukum yang sesuai perlu dilakukan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga pemasyarakatan.
Pelanggaran Tata Tertib dan Ancaman Hukuman Pidana
Sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lapas dan Rutan, penggunaan handphone, laptop, hingga alat komunikasi lainnya dilarang keras di dalam blok hunian. Narapidana yang melanggar aturan ini dapat dikenai hukuman disiplin berupa pencabutan hak remisi, pembatasan kunjungan, hingga pemindahan ke lapas dengan tingkat pengamanan lebih tinggi. Namun, berulangnya kasus serupa menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan peraturan tersebut.
Jika terbukti masih mengendalikan peredaran Narkoba, A dapat kembali dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 112 ayat (2) dan pasal 114 ayat (2) UU tersebut mengatur bahwa pelaku tindak pidana narkotika terancam hukuman penjara minimal 6 tahun, maksimal seumur hidup, bahkan hukuman mati, serta denda hingga Rp10 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa peredaran narkoba dari balik lapas bukan sekadar pelanggaran disiplin, melainkan tindak pidana berat.
Hingga saat ini, pihak Lapas Kelas IIA Pangkalpinang belum memberikan keterangan resmi terkait kejadian ini. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi sistem pengawasan di lapas dan menuntut adanya evaluasi menyeluruh untuk mencegah praktik serupa terulang kembali. Publik berharap pihak lapas dapat menguak kasus ini secara transparan.
CRL_1705











