Kebangkitan Musik Rock Surabaya: Shadow Tetap Berdiri Tegak di Tengah Gempuran Genre Modern
Surabaya, 7 Oktober 2025 – Musik cadas yang pernah berjaya di era 1980-an hingga 1990-an sempat mengalami masa surut di awal 2000-an. Namun, bukan berarti ia mati. Di balik sunyinya gemuruh distorsi, ternyata hanya jeda sejenak—masa transisi dari satu arus tren ke arus berikutnya. Dan kini, geliat rock kembali terdengar nyaring, khususnya di Surabaya, kota yang tak pernah kehabisan semangat arek-arek berjiwa liar.
Pasca-pandemi COVID-19 mereda sekitar tahun 2022, geliat musik rock mulai kembali bangkit. Sejumlah kafe dan venue lokal mulai memberi ruang bagi band-band rock untuk tampil, menjadi wadah ekspresi bagi jiwa-jiwa pemberontak musik cadas. Salah satu yang terus menunjukkan eksistensinya hingga kini adalah Shadow Rock Band.
Band yang satu ini bukan sekadar bertahan, tapi membuktikan diri sebagai ikon yang tak lekang oleh zaman. Dalam sepekan, mereka masih aktif tampil hingga lima kali di lima lokasi berbeda. Senin malam, 6 Oktober 2025, Shadow memanaskan panggung Merci Café Sidoarjo, mulai pukul 19.30 hingga 22.00 WIB, dalam penampilan yang kembali memikat hati para penggemar setianya.
Band yang terdiri dari lima personel tangguh ini membawakan genre rock allround, tampil solid dengan formasi:
Royke Mangundap (Vokal),
Jon Jimat (Gitar),
Aries Ceplus (Drum),
Dana Shadana (Keyboard), dan
Elton Yani, atau lebih dikenal sebagai Cak Tono Shadow (Bass).
Mereka membawakan lagu-lagu rock lintas era, dari klasik hingga kontemporer. Penampilan Royke malam itu membius penonton lewat lagu legendaris “Black Dog” dari Led Zeppelin, disambung dengan “Lamunan” karya Pungky Andromeda yang mengaduk emosi.
Gebukan drum Aries Ceplus memberi nyawa dan energi, petikan gitar Jon Jimat meraung-raung seolah membelah malam, sementara Dana Shadana di keyboard memberi sentuhan atmosferik yang memperkaya dimensi musikal. Di balik semua itu, betotan bass Cak Tono mengokohkan harmonisasi yang menjadikan Shadow tetap tajam dan hidup.
“Kami awalnya adalah grup yang membawakan lagu-lagu ciptaan sendiri, sempat kirim demo ke beberapa studio di Jakarta. Tapi sambil nunggu kabar, kami iseng tampil di kafe-kafe. Eh, ternyata keterusan. Malah makin banyak fans yang minta kami terus tampil. Akhirnya ya sampai sekarang, Shadow tetap eksis,” ungkap Cak Tono sambil tersenyum, mengenang perjalanan bandnya.
Shadow membuktikan, meski zaman berubah dan genre musik silih berganti, semangat rock tidak pernah padam—terutama di Surabaya, tempat musik ini pernah jadi urat nadi generasi pemberani. Mereka bukan sekadar band, tapi simbol konsistensi dan perlawanan terhadap homogenitas industri musik masa kini.
(Jekyridwan)











